Selasa, 04 Oktober 2011

Muzara'ah

      Pengertian

Muzara’ah dilihat dari segi bahasa berasal dari kata wazn mufa’alah yang merupakan akar kata dari zara’a.  Muzara’ah yang fi’il madhi-nya: zara’a seperti dalam kalimat: zara’ahu muzara’tan, artinya:       عَا مَلَهُ بِا لْمَزَارَعَةِ, yakni: ia bermuamalah (mengadakan kerja sama) dengan cara muzara’ah. Sehingga dapat ditarik intinya bahwa Muzara’ah adalah akad kerja sama antara pemilik tanah dengan penggarapnya yang mana hasilnya dibagi sesuai kesepakatan (akad) di awal.

Dasar Hukum

Muzara’ah sendiri hukumnya masih diperselisihkan antar ulama. Imam Abu Hanifah dan Zufar, serta Imam Asy-Syafi’I tidak membolehkannya. Hal ini didasari oleh hadis Nabi.

وَعَنْ ثَابِتِ بْنِ الضَّحَّاكِ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُزَارَعَةِ وَأَمَرَ 
بِا لْمُؤَاجَرَةِ.

Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW melarang untuk melakukan muzara’ah, dan memerintahkan untuk melakukan muajarah (sewa-menyewa). (HR. Muslim).

Sedangkan beberapa ulama yang memperbolehkannya seperti Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Malik, Ahmad serta Dawud Azh-Zhahiri didasarkan pada hadis Nabi berikut.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَا مَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مْنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْزَرْعٍ.

Dari Ibnu Umar  bahwa Rasullullah melakukan kerja sama (penggarapan tanah) dengan penduduk Khaibar dengan imbalan separuh dari hasil yang keluar dari tanah tersebut, baik buah-buahan maupun tanaman. (Muttafaq ‘alaih).

Selain itu diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya yang mana ketika itu mereka masih yahudi. Kemudian tanah tersebut untuk digarap kemudian hasilnya dibagi berdasarkan persentase yang telah disepakati di awal.

Al-Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada satu rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4 . Apa yang dikatakan Abu Jafar telah dilakukan oleh keluarga Ali, keluarga Abu Bakar, Ibnu Mas’ud, dan lainnya.


Rukun dan Syarat

Hanafiyah berpendapat bahwasannya rukun muzara’ah ada 4, yaitu.

  1. Tanah
  2.  Perbuatan pekerja
  3. Modal
  4.  Alat-alat untuk menanam

Sedang syarat sahnya akad muzara’ah sebagai berikut.

  1. Aqidain (berakal)
  2.  Adanya penentuan jenis tanaman yang akan ditanam oleh kedua pihak
  3. Pembagian hasil panen berdasarkan persentase yang sesuai akad
  4. Tanah yang akan digunakan bisa ditanami dan dapat diketahui dengan jelas batas-batasnya.
  5. Penentuan waktu, maksudnya penentuan waktu yang disesuaikan terhadap tanaman kapan akan panennya.




Macam-Macam Muzara’ah

Ada empat 4 macam bentuk Muzara’ah.

  1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya menyediakan alat juga melakukan pekerjaan. Pada jenis yang pertama ini hukumnya diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dan benih berasal dari pemilik tanah, sedangkan alatnya berasal dari penggarap .
  2. Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan pekerjaannya disediakan oleh pihak lain. Hukum pada jenis yang kedua ini juga diperbolehkan. Disini penggarap sebagai penyewa akan mendapatkan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
  3. Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari pihak penggarap. Bentuk ketiga ini hukumnya juga diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dengan sebagian hasilnya sebagai imbalan.
  4. Tanah dan alat disediakan oleh pemilik, sedangkan benih dan pekerjaan dari pihak penggarap. Pada bentuk yang keempat ini menurut, Zhahir riwayat, muzara’ah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad yang dilakukan sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa menjadi fasid, ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena ada bedanya manfaat. Sebaliknya, jika akad yang terjadi menyewa tenaga penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap yang mana akan menyebabkan ijarah menjadi fasid, ini disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap melainkan kepada pemilik.




Ketentuan-Ketentuan yang Terkait
  1. Semua yang terkait dengan pemeliharaan tanaman ada di tangan muzari.
  2. Pembiayaan atas tanaman yang dibagi antara penggarap dan pemilik tanah, kemudian nantinya akan dihitung dengan penghasilan yang diperoleh.
  3. Hasil yang diperoleh dibagi berdasarkan persentase sesuai akad di awal.
  4. Jika akadnya tidak sah, tidak ada kewajiban muzari atas pekerjaannya.
  5. Apabila salah satu pihak meninggal sebelum hasil garapan diketahui maka muzari tidak mendapatkan apa-apa karena jatuhnya akad ijarah di sini berdasarkan waktunya.



Berakhirnya Muzara’ah

  1.      Habisnya masa waktu perjanjian muzara’ah.
  2.     .     Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad muzara’ah.
  3.     .     Adanya udzur (alasan) yang baik serta masuk akal dari salah satu pihak yang memungkinkan untuk membatalkan akad muzara’ah.



 Aplikasi Pada Lembaga Keuangan Syariah

Pada LKS, muzara’ah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan sektor pertanian dimana satu pihak menyediakan lahan serta pihak lainnya yang melakukan penggarapan. Dengan begini, diharapkan bukan hanya sekedar mengembangkan sektor pertanian tapi juga untuk memanfaatkan suatu lahan agar dapat menghasilkan sesuatu serta memberikan pekerjaan terhadap orang lain.
Disamping itu dalam praktik perbankan syariah, sistem muzara'ah ini jarang sekali digunakan. Karena dari sudut pandang perbankan sendiri sektor pertanian kurang menarik untuk berinvestasi. Paling hanya UMKM serta usaha kecil lainnya yang berkaitan dengan pertanian yang menggunakannya. Tapi untuk pengetahuan dan siapa tahu suatu saat nanti sistem ini akan berguna tidak ada salahnya kita mengetahui skema dari sistem muzara'ah itu sendiri.
Pertama, diadakan akad antara pihak yang menyediakan tanah dengan si penggarap. Akad ini meliputi tanaman apa yang akan ditanam, persentasi pembagian hasil, lama waktunya, serta hal-hal lain yang terkait.
Kedua, si penggarap melakukan tugasnya sesuai dengan kesepakatan di awal.
Ketiga, jika berhasil panen maka keuntungan dibagi dua. Jikalau rugi juga ditanggung berdua. Perlu diingat! Baik untung maupun rugi sama-sama ditanggung sesuai persentase yang sesuai akad di awal. Misal: si modal A 60% dan B 40%. Ketika hasil panen A mendapat bagian 60% sedang B 40%. Begitu pula sebaliknya, jika rugi A menanggung kerugian 60% sedang B menanggung kerugian 40%. Karena semakin besar modal yang dipasang semakin besar untungnya pula, tapi semakin besar juga resiko yang harus diambil.


-Himawan Yusuf Wibisono (Sony)-


Sumber Referensi
  1. Antonio, Syafi'i. 2001. "Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik". Jakarta: Gema Insani
  2. Muslich, Ahmad Wardi. 2010. "Fiqh Muamalat". Jakarta: Amzah





























             

Zakat

                Zakat merupakan rukun islam yang kelima. Ini mengindikasikan akan pentingnya zakat sebagai salah satu rukun islam. Rukun itu sendiri seperti sebuah pondasi pada sebuah bangunan yang mana jika salah satu pondasinya tidak kuat maka rubuhlah gedung tersebut, begitu juga dengan agama islam. Karena begitu pentingnya, di Al-Quran zakat selalu berdampingan dengan kata shalat sebanyak 26. Dari sini dapat dilihat bahwasannya selain kepentingan akan kewajiban vertical juga wajib menjaga hubungan horizontal dengan cara zakat.

            Zakat itu sendiri memiliki arti numbuh atau bertambah, atau juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur dan berkembang maju. Jadi, dari sini dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik dengan tujuan untuk membersihkan harta pribadi, jiwa, serta agar terjadinya perkembangbiakkan perputaran uang agar uang tidak hanya berputar di kalangan tertentu saja (kalangan kaya).

            Kewajiban akan berzakat ini telah tercantum dalam Al-Quran, yaitu.

* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ 
 
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah: 60)


$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)

þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ  

19. dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Al-Dzariyat: 19).


!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ 
 
7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (Al-Hasyar: 7)

                Sebenarnya masih banyak surat yang membahas terkait dengan zakat. Akan tetapi dari surat-surat ini saja dapat diambil sebuah intisari bahwasannya zakat wajib hukumnya bagi setiap muslimin dikarenakan setiap harta yang kita miliki sesungguhnya ada hak orang-orang yang membutuhkan (mustahik). Selain itu ditegaskan dalam berzakat hendaknya berikanlah yang terbaik baik itu berupa barang maupun uang. Karena kita sendiri saja tidak suka bila memperoleh sesuatu (barang/uang) yang buruk, jadi sudah selayaknya pula lah mereka mendapatkan yang terbaik dari zakat yang kita keluarkan. Selain itu, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, zakat juga berupaya dalam terjadinya perputaran uang pada sektor rill, sehingga uang tidak beredar hanya pada golongan tertentu saja. Dengan begitu roda perekonomian dan velocity of money dapat bergerak dengan lancer dan tidak terhambat atau yang memungkinkan terjadinya ikhtikar terhadap uang itu.


            -Himawan Yusuf Wibisono (Sony)-